The Six of Swords dan Kepunahan-kepunahan Bumi – The Light Seer’s Tarot Deck.

Posted on : 7 June 2021

Kalau bicara perihal moving on, boleh jadi hal tersebut sudah jadi bahasa yang sangat universal. Sebuah bahasa yang dapat dimengerti seluruh organisme yang mengolah sumber daya bumi. Menjalani sebuah hubungan, kestabilan, kenyataan yang menyenangkan, lalu harus dihadapkan dengan perubahan drastis; dapat ditemui dalam makanan yang basi karena lupa dihangatkan, sampai zebra yang keluarganya mati diterkam singa. Tidak sebatas saat dua manusia gagal melanjutkan pacaran, atau saat ia berpisah dengan rambutnya yang habis dipotong.
Dalam kadarnya masing-masing, semua bisa dan telah mengalami apa yang digambarkan oleh the Six of Sword-nya The Light Seer’s Tarot ini. Kehidupan di bumi secara umum pun sudah berkali-kali bertemu kejatuhan dan keterpurukannya. Berkali-kali berbagai macam bentuk yang hidup merambahi bumi gagal beradaptasi dan harus secara massal mati. Namun berkali-kali pula bumi dan makhluknya berdamai dengan keadaan, dan setelah itu kembali berbenah bergerak maju.
Hidup mati spesies bumi berjalan seperti sebuah proses panjang saling mengisi. Mencari kadar yang pas dalam berhubungan satu sama lain. Karena itu, sejak lahir di bumi, para makhluknya seakan telah diajarkan untuk menghadapi perubahan dan move on. Saat tanaman datang ke darat pertama kali di era Ordovician, mereka membawa kepunahan besar pertama bumi lewat pendinginan global dan penyusutan laut. 85% kehidupan hewan di bumi mati saat itu. Tapi mereka yang tersisa tetap move on saja, mengolah keterpurukan itu jadi kejayaan-kejayaan lalu kepunahan-kepunahan selanjutnya. Bahkan diperkirakan sudah ada lima kepunahan besar yang kita hadapi sebagai organisme bumi. Dan dari semua proses itu, kita kebetulan saja diperbolehkan untuk ikut mengecap, mengendus, mencerna, dan melihat bumi sebagai manusia. Jodoh untuk ambil bagian dalam menikmati rangkaian perolahan, tatanan, keterpurukan, dan moving on-nya. Sungguh sebuah perjalanan simple, namun sangat indah.
Maka kurang jago move on apa kita ini? Kita adalah anak-anak yang lahir dari proses pembelajaran dan move on-move on yang tak terhitung banyaknya. Namun, biarpun sudah move on terus-menerus, apakah hubungan kita antar makhluk dan dengan bumi akan selalu indah? Sepertinya tidak juga. Sepertinya selama semuanya berjalan, semuanya akan berubah. Semua yang memburuk membaik, semua membaik memburuk seiring waktu. Hubungan kita dengan bumi saat ini saja misalnya. Setiap detiknya menandakan masuknya plastik ke lautan, terkikisnya lapisan-lapisan atmosfer yang jadi pelindung tidak kelihatan. Yang pernah indah pun dapat jadi tidak indah lagi kalau memang bukan jodohnya (dan tidak dirawat dengan baik). Itu yang bikin moving on terkadang jadi berat, sedih, menyebalkan.
Sebalnya, rasa itu berlaku buat semua kegagalan/keterpurukan dan proses move on yang mengikutinya. Berapa juta tahun evolusi pun tidak akan menghapus rasa tidak enak saat putus hubungan dengan teman, putus hubungan dengan tanaman, atau putus hubungan dengan peliharaan. Apakah yang bisa kita pelajari buat menghadapi gerak moving on yang konstan ini? Bisakah kita menghindari rasa sedihnya, rasa sebalnya, rasanya yang seakan mengganjal, menambat hati tidak bisa ke mana-mana? Mungkin memang harus kita rawat sedemikian rupa, semua hal-hal yang kita sayangi itu, supaya nggak usah move on sekalian. Tapi kalau sudah terlanjur rusak, ya, moving on dan sepaket rasa yang membuntuti memang harus tidak bisa dihindari. Hanya bisa terus membawa benih harapan dan niat baik yang sama, supaya dapat membangun kembali tatanan yang baru dan menjaganya.
Siapa tahu manusia yang mengerti konsep moving on memang akan dapat mengolah hubungannya dengan lebih baik. Karena kita juga jadi dapat membantu hubungan itu, barang sedikit, untuk move on dari sakit-sakitnya. Kembali lagi ke pengandaian hubungan kita dengan bumi. Siapa tahu cara supaya bumi tidak move on dari manusia adalah dengan move on bersama-sama. Move on dari bahan bakar fosil; move on dari bungkus plastik yang bikin sampah plastik; dan bermacam upaya saling jaga lainnya. Walaupun itu semua juga hanya spekulasi. Nggak ada yang tahu juga akhirnya jadi bagaimana. Tidak ada yang tahu makhluk hidup seperti apa yang akhirnya menjalin hubungan mesra dengan bumi di masa mendatang. Tidak ada yang bisa memastikan hubungan mana yang dapat dijaga, dan yang mana yang harus di-move on-kan saja.
Jadi, yah, bagaimanapun buruknya moving on dari sesuatu, tenang saja. Semoga apa yang kita mulai pada akhir perjalanan itu akan dapat dijalani dan disadari terus sebagai baik. Kalau misalnya berubah lagi dan harus berpisah lagi ya itu urusan nanti. Tenang saja, sebagai anak Gaia (ibu bumi) kita (harusnya sih) sudah terbiasa untuk terus mengolah, jatuh, dan bergerak kembali. (iothemoon)

Leave a Reply